Kisah Kisah Kita

Tuesday, October 10, 2017

MENULIS SURAT KE SURGA



Di sebuah kota kecil di Inggris, ada seorang pegawai kantor pos yang bernama Fleter. Dia adalah seorang pengantar surat yang handal, semua surat yang alamatnya kurang jelas atau tulisannya yang kabur begitu berada di tangannya, tidak ada sepucuk surat pun yang tidak tepat sasaran. Surat yang seharusnya berstatus mati (harus dikirim kembali ke pengirim) pun dapat menjadi surat hidup.

Setiap hari Fleter selalu pulang ke rumah dengan kegembiraan dan bertutur pada istrinya tentang penemuan barunya. Sehabis makan malam dia selalu menggandeng anak lelaki dan perempuannya ke halaman depan rumah untuk mendongeng. Begitu cerianya dia bagaikan seorang detektif yang ulung.

Akan tetapi pada suatu hari yang naas, anak lelakinya jatuh sakit, ia dilarikan ke rumah sakit untuk diselamatkan, namun tidak berhasil dan akhirnya meninggal dunia.

Sejak kejadian itu jiwa Fleter juga ikut mati, setiap hari dia pagi-pagi bangun dari tidur, bagaikan orang yang mimpi tidur berjalan pergi ke kantor, dia bekerja sambil membisu, sepulang dari kantor setibanya di rumah ia juga makan dengan bungkam seribu bahasa, dan ia selalu berada di atas ranjang saat hari masih sore. Hanya istrinya yang mengetahui bahwa setiap malam dilewati Fleter dengan hanya memandangi langit-langit, segala hiburan dan nasehat dari sanak keluarga tidak berguna sama sekali.

Hari Natal sudah dekat, suasana kegembiraan di sekitarnya masih tidak bisa mengurangi kepedihan dari keluarga ini. Anak perempuan Fleter yang bernama Maria bersama adiknya sungguh mendambakan tibanya hari besar ini, akan tetapi sekarang ia sudah tidak lagi mendambakannya, dia juga tidak ingin melewati hari besar itu lagi karena dia tahu di hari besar itu ayahnya akan lebih merindukan adiknya, dan akan lebih sedih.

Hari ini Fleter sedang di depan meja kerjanya memilah-milah surat, dia memungut sepucuk surat yang beramplop warna biru tua. Tertulis di situ dengan beberapa huruf besar : “Kirim ke Surga — Kepada Nenek”.

Saat itu dia berpikir, ini pastilah bukan sembarang orang yang mampu mengirim surat ini, meskipun Detektif Polo dari Belgia didatangkan kesini pun pasti akan kehabisan akal. Fleter menggeleng-gelengkan kepala sambil berpikir hendak mengesampingkan surat itu. Kemudian ia berpikir, tidak masalah jika dibuka untuk dilihat, mungkin ia bisa membantu. Lalu ia buka surat itu dan tulisan di dalamnya :

Nenek yang tercinta,

Adik telah meninggal dunia. Aku bersama ayah dan ibu sangat sedih. Ibu bilang, orang baik jika meninggal akan masuk surga, adik sekarang sedang bersama dengan Nenek di surga, apakah dia ada mainan? Kuda-kuda kayu adikku tidak berani aku tunggangi lagi, aku juga tidak bermain mainan balok kayu lagi, aku khawatir kalau sampai mainan-mainan itu terlihat oleh ayah, ayah akan bersedih hati.

Ayah sekarang ini, tidak pernah berbicara lagi. Aku senang mendengar dongeng ayah, tapi ayah tidak pernah mau bercerita lagi. Ada suatu waktu ibu menasehati ayah untuk tidak terlalu bersedih, ayah bilang, sekarang ini hanya Tuhan-lah yang mampu menolong diri-nya.

Nek, dimana Tuhan berada? Aku harus menemuiNya, aku ingin memohon kepadaNya untuk menolong ayahku keluar dari kepedihan ini, agar ayah berbahagia lagi, agar ayah mau berbicara dan bercerita lagi.

Cucumu, Maria.

Hari itu, pulang dari kantor, lampu jalanan sudah menyala. Fleter dengan langkah cepat pulang ke rumah, dia sudah tidak lagi memperhatikan bayangan dirinya berjalan, yang sebentar di depan, lalu menjadi di belakang, karena dia sudah berjalan dengan kepala tegak menatap ke depan. Dia menginjakkan kaki di atas tangga teras di depan pintu rumahnya, dan masuk ke rumah.

Dia tertawa seperti dulu terhadap istri dan anak perempuannya yang menyambut kedatangannya, pelan-pelan tersenyum, dan suasana kehangatan yang telah lama tidak mereka jumpai itu pun muncul kembali.

JANGAN TERLALU LAMA BERSEDIH KARENA KESEDIHAN TIDAK AKAN MENGUBAH APA-APA. JADIKAN SAAT-SAAT SULIT ANDA SEBAGAI PELUANG UNTUK MENJADIKAN ANDA SEBAGAI ORANG YANG KUAT!

IBU GURU TERBAIK




Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Enam belas tahun yang lalu, ada seorang ibu guru bernama Theresia berdiri di depan murid-murid kelas lima, sambil mengucapkan suatu kebohongan kepada murid-muridnya, dia mengatakan bahwa dia akan mencintai setiap anak didiknya tanpa pilih kasih!

Tetapi hal tersebut hanyalah ucapan belaka, karena di baris yang paling depan duduk seorang siswa bernama Teddy Sidharta. Seorang siswa yang dekil dan tidak rapi serta tidak perhatian di saat pelajaran.

Sesungguhnya ibu guru Theresia sangat senang jika bisa menggunakan pena merah besarnya untuk membubuhkan coretan silang besar di atas kertas ujian Teddy. Kemudian di sebelah atas dari kertas ujian itu ia tulis dengan kalimat ‘TIDAK LULUS’.

Namun..suatu hari, ketika ibu guru Theresia sedang membaca dan memeriksa buku catatan dan saran-saran setiap murid. Dia merasa sangat takjub terhadap komentar-komentar yang telah diberikan oleh para wali kelas Teddy sebelumnya.

Komentar dari guru wali kelas satu: “Teddy adalah anak yang pandai, raut wajahnya selalu membawa senyuman, pekerjaan rumahnya sangat rapi, sangat berbudi bahasa, dia membuat orang-orang yang berada di sekitarnya menjadi senang!”

Komentar yang ditulis oleh guru wali kelas dua berbunyi: “Teddy adalah siswa yang terbaik. Teman-teman sekelasnya sangat menyukai dirinya. Tetapi ibu Teddy terjangkit penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Kehidupan yang harus dia jalani di rumah dapat dipastikan sangatlah sulit.”

Guru wali kelas tiga berkomentar: “Kematian ibunya telah memberikan pukulan yang sangat berat bagi Teddy. Dia berupaya keras menunjukkannya, akan tetapi ayahnya tidak terlalu memperhatikannya. Jika tidak mengambil suatu tindakan, maka kehidupan dalam keluarga akan segera mempengaruhinya.”

Guru wali kelas empat menulis: “Teddy mulai mengalami kemunduran. Dia tidak berminat sekolah. Dia tidak memiliki teman lagi. Sering kali tidur di dalam kelas.”

Sampai di sini, ibu guru Theresia, wali kelas Teddy, baru mengerti duduk permasalahannya. Dia merasa sangat malu sekali. Yang lebih membuat ibu guru Theresia merasa sedih adalah, pada saat perayaan hari Natal, dia telah menerima bingkisan hadiah natal dari para muridnya yang dibungkus dan diikat dengan pita yang sangat indah, kecuali bingkisan hadiah natal dari Teddy yang terbungkus kertas coklat biasa yang dibeli dari toko kelontong dan diikat dengan tali rafia.

Ibu guru Theresia menahan kesedihan dalam hatinya, membuka hadiah bingkisan Teddy di depan teman-teman seluruh kelas. Bungkusan itu ternyata berisi seutas gelang tangan dengan hiasan berlian palsu, dan di atas gelang tangan itu masih terdapat beberapa batu berlian yang tanggal. Selain itu masih ada sebotol minyak wangi yang hanya tinggal seperempat botol saja.

Ada sebagian murid mulai mengejek bingkisan hadiah dari Teddy. Tetapi ibu guru Theresia tidak hanya memuji keindahan gelang tangan itu, dia juga mengenakan gelang tersebut di tangannya, serta menyemprotkan sedikit minyak wangi di atas pergelangan tangannya.

Hari itu setelah usai sekolah, Teddy tidak segera pulang, dia tinggal paling akhir dan berkata kepada ibu guru Theresia, “Ibu guru, hari ini Anda harum persis seperti ibu saya!”

Menunggu setelah Teddy pergi, ibu guru Theresia menangis hampir satu jam lamanya. Sejak saat itu, ibu guru Theresia tidak lagi ‘mengajar’. Dia tidak mengajar pelajaran membaca, tidak mengajar pelajaran menulis, juga tidak mengajar pelajaran berhitung, akan tetapi dia mulai mengajarkan pelajaran cara-cara mendidik anak.

Ibu guru Theresia mulai memperhatikan Teddy secara khusus. Sepertinya Teddy telah bangkit kembali dari keterpurukan. Ibu guru Theresia semakin menyemangati Teddy, reaksinya semakin cepat. Sampai pada akhir tahun ajaran, Teddy sudah menjadi salah satu anak yang paling pandai di dalam kelas. Walaupun ibu guru Theresia berkata dia akan menyayangi setiap anak asuh dengan sama rata, namun Teddy adalah murid yang paling dia sayangi.

Satu tahun kemudian, ibu guru Theresia menemukan secarik kertas di pinggir pintu, tulisan dari Teddy. Kertas itu mengatakan, ibu guru Theresia adalah ibu guru terbaik yang pernah dia temui selama hidupnya!

Enam tahun kemudian, ibu guru Theresia menerima lagi secarik kertas tulisan dari Teddy. Dia mengatakan bahwa dia sudah lulus SMA, nilai rapornya rangking tiga dari seluruh kelas. Dan ibu guru Theresia masih tetap adalah ibu guru terbaik yang pernah dia jumpai selama hidupnya!

Setelah lewat empat tahun, ibu guru Theresia menerima lagi surat dari Teddy, dia mengatakan bahwa kehidupan di dalam kampus sangat sulit, tetapi dia masih tetap mempertahankan. Dan tidak lama lagi dia akan lulus dengan mendapatkan gelar sarjana terbaik dari universitasnya, dan ibu guru Theresia masih tetap guru yang terbaik yang pernah dia jumpai selama hidupnya, juga merupakan ibu guru yang paling dia sayangi.

Lewat empat tahun kemudian, datang sepucuk surat lagi. Kali ini Teddy memberitahukan bahwa setelah lulus dari universitas, ia akan melanjutkan sekolah untuk mengambil gelar yang lebih tinggi. Dalam suratnya tak lupa dia menuliskan ibu guru Theresia masih tetap adalah ibu guru yang terbaik dan paling dia sayangi selama hidupnya. Pada bubuhan tanda tangan pada akhir surat ini terdapat tulisan yang lebih panjang yaitu : Doktor dokter Teddy Sidharta.

Sampai di sini kisahnya masih belum habis. Coba Anda lihat, pada musim semi tahun ini, datang lagi sepucuk surat. Teddy mengatakan dia telah menjumpai wanita pendamping hidupnya, dia akan menikah. Dia menjelaskan bahwa ayahnya telah meninggal beberapa tahun yang lalu, oleh karena itu dia berharap ibu guru Theresia mau menghadiri upacara pernikahannya, serta bersedia duduk di tempat yang disediakan bagi ibu dari mempelai pria.

Ibu guru Theresia mengabulkan harapan Teddy. Akan tetapi tahukah Anda? Di dalam upacara pernikahan itu, di luar dugaan Teddy, sang ibu guru Theresia mengenakan gelang tangan yang berhiaskan berlian palsu dan menyemprotkan minyak wangi yang diberikan Teddy pada saat perayaan Natal enam belas tahun yang lalu. Dalam ingatan Teddy, minyak wangi tersebut adalah yang dipakai ibunya pada saat perayaan Natal terakhir bersamanya.

Di saat mereka saling berpelukan, Doktor dokter Teddy Sidharta membisikan dengan lirih di pinggir telinga ibu guru Theresia, ”Ibu Theresia, terima kasih Anda telah mempercayai saya. Terima kasih Anda telah membuat saya merasakan pentingnya diri sendiri, membuat saya yakin memiliki kemampuan untuk berubah!”

Dengan berlinangan air mata ibu guru Theresia juga berkata lirih, “Teddy, dirimu keliru! Adalah dirimu sendiri yang telah membimbing ibu, membuat ibu yakin memiliki kemampuan untuk berubah. Karena pada saat ibu menjumpai dirimu, ibu baru mengerti bagaimana harus mengajar!”

KEBAIKAN..PERHATIAN DAN KASIH SAYANG AKAN SELALU DIINGAT..DAN AKAN MENJADI KENANGAN YANG TAK TERLUPAKAN SELAMANYA

Sumber : erabaru.net

Saturday, October 24, 2015

SETITIK TERANG DI DALAM KEGELAPAN

Suatu kala, ada seorang yang cukup terkenal akan kepintarannya dalam membantu orang mengatasi masalah. Meskipun usianya sudah cukup tua, namun kebijaksanaannya luar biasa luas. Karena itulah, orang berbondong-bondong ingin bertemu dengannya dengan harapan agar masalah mereka bisa diselesaikan.

Setiap hari, ada saja orang yang datang bertemu dengannya. Mereka sangat mengharapkan jawaban yang kiranya dapat menjadi solusi bagi permasalahan yang sedang mereka hadapi. Dan hebatnya, rata-rata dari mereka puas akan jawaban yang diberikan. Tidak heran, kepiawaiannya dalam mengatasi masalah membuat namanya begitu tersohor.

Suatu hari, seorang pemuda mendengar pembicaraan orang-orang di sekitar yang bercerita tentang orang tua tersebut. Ia pun menjadi penasaran dan berusaha mencari tahu keberadaannya. Ia juga ingin bertemu dengannya. Ada sesuatu yang sedang mengganjal di hatinya dan ia masih belum mendapatkan jawaban. Ia berharap mendapatkan jawaban dari orang tua tersebut.

Setelah berhasil mendapatkan lokasi tempat tinggal orang tua itu, ia bergegas menuju ke sana. Tempat tinggal orang tua tersebut dari luar terlihat sangat luas bagai istana.

Setelah masuk ke dalam rumah, ia akhirnya bertemu dengan orang tua bijaksana tersebut. Ia bertanya, "Apakah Anda orang yang terkenal yang sering dibicarakan orang-orang mampu mengatasi berbagai masalah?"

Orang tua itu menjawab dengan rendah hati, "Ah, orang-orang terlalu melebih-lebihkan. Saya hanya berusaha sebaik mungkin membantu mereka. Ada yang bisa saya bantu, anak muda? Kalau memang memungkinkan, saya akan membantu kamu dengan senang hati."

"Mudah saja. Saya hanya ingin tahu apa rahasia hidup bahagia? Sampai saat ini saya masih belum menemukan jawabannya. Jika Anda mampu memberi jawaban yang memuaskan, saya akan memberi hormat dan dua jempol kepada Anda serta menceritakan kehebatan Anda pada orang-orang," balas pemuda itu.

Orang tua itu berkata, "Saya tidak bisa menjawab sekarang."

Pemuda itu merengut, berkata, "Kenapa? Apakah Anda juga tidak tahu jawabannya?"

"Bukan tidak bisa. Saya ada sedikit urusan mendadak," balas orang tua itu. Setelah berpikir sebentar, ia melanjutkan, "Begini saja, kamu tunggu sebentar."

Orang tua itu pergi ke ruangan lain mengambil sesuatu. Sesaat kemudian, ia kembali dengan membawa sebuah sendok dan sebotol tinta. Sambil menuangkan tinta ke sendok, ia berkata, "Saya ada urusan yang harus diselesaikan. Tidak lama, hanya setengah jam. Selagi menunggu, saya ingin kamu berjalan dan melihat-lihat keindahan rumah dan halaman di luar sambil membawa sendok ini."

"Untuk apa?" tanya pemuda itu dengan penasaran.

"Sudah, jangan banyak tanya. Lakukan saja. Saya akan kembali setengah jam lagi," kata orang tua itu seraya menyodorkan sendok pada pemuda itu dan kemudian pergi.

Setengah jam berlalu, dan orang tua bijak itu pun kembali dan segera menemui pemuda itu.

Ia bertanya pada pemuda itu, "Kamu sudah mengelilingi seisi rumah dan halaman di luar?"

Pemuda itu menganggukkan kepala sambil berkata, "Sudah."

Orang tua itu lanjut bertanya, "Kalau begitu, apa yang sudah kamu lihat? Tolong beritahu saya."

Pemuda itu hanya diam tanpa menjawab.

Orang tua itu bertanya lagi, "Kenapa diam? Rumah dan halaman begitu luas, banyak sekali yang bisa dilihat. Apa saja yang telah kamu lihat?"

Pemuda itu mulai bicara, "Saya tidak melihat apa pun. Kalau pun melihat, itu hanya sekilas saja. Saya tidak bisa ingat sepenuhnya."

"Mengapa bisa begitu?" tanya orang tua itu.

Sang pemuda dengan malu menjawab, "Karena saat berjalan, saya terus memperhatikan sendok ini, takut tinta jatuh dan mengotori rumah Anda."

Dengan senyum, orang tua bijak itu berseru, "Nah, itulah jawaban yang kamu cari-cari selama ini. Kamu telah mengorbankan keindahan rumah yang seharusnya bisa kamu nikmati hanya untuk memerhatikan sendok berisi tinta ini. Karena terus mengkhawatirkan tinta ini, kamu tidak sempat melihat rumah dan halaman yang begitu indah. Rumah ini ada begitu banyak patung, ukiran, lukisan, hiasan dan ornamen yang cantik. Begitu juga dengan halaman rumah yang berhiaskan bunga-bunga warna-warni yang bermekaran. Kamu tidak bisa melihatnya karena kamu terus melihat sendok ini."

Ia melanjutkan, "Jika kamu selalu melihat kejelekan di balik tumpukan keindahan, hidup kamu akan dipenuhi penderitaan dan kesengsaraan. Sebaliknya, jika kamu selalu mampu melihat keindahan di balik tumpukan kejelekan, maka hidup kamu akan lebih indah. Itulah rahasia dari kebahagiaan. Apakah sekarang sudah mengerti, anak muda?"

Pemuda itu benar-benar salut atas kebijaksanaan dari orang tua itu. Ia sungguh puas dengan jawabannya. Akhirnya ia menemukan jawaban yang selama ini ia cari. Sebelum pergi, ia menepati janjinya dengan memberi hormat dan dua jempol kepada orang tua tersebut.


JANGAN MENGORBANKAN KEINDAHAN HIDUP HANYA UNTUK MELIHAT SISI JELEKNYA. SELALU ADA HAL POSITIF YANG BISA KITA AMBIL. JADILAH ORANG YANG MELIHAT SETITIK TERANG DI DALAM KEGELAPAN. 

Source : Kim Regina (kisahmotivasihidup.blogspot.co.id)

Friday, October 9, 2015

HUTANG KEPADA ANAK-ANAK KITA


Kita selalu berhutang banyak cinta kepada anak-anak. Tidak jarang, kita memarahi mereka saat kita lelah. Kita membentak mereka padahal mereka belum benar-benar paham kesalahan yang mereka lakukan. Kita membuat mereka menangis karena kita ingin lebih dimengerti dan didengarkan. Tetapi seburuk apapun kita memperlakukan mereka, segalak apapun kita kepada mereka, semarah apapun kita pernah membentak mereka. Mereka akan tetap mendatangi kita dengan senyum kecilnya, menghibur kita dengan tawa kecilnya, menggenggam tangan kita dengan tangan kecilnya. Seolah semuanya baik-baik saja, seolah tak pernah terjadi apa-apa sebelumnya. Mereka selalu punya banyak cinta untuk kita, meski seringkali kita tak membalas cinta mereka dengan cukup.

Kita selalu berhutang banyak kebahagiaan untuk anak-anak kita. Kita bilang kita bekerja keras demi kebahagiaan mereka, tetapi kenyataannya merekalah yang justru membahagiakan kita dalam lelah di sisa waktu dan tenaga kita. Kita merasa bahwa kita bisa menghibur kesedihan mereka atau menghapus air mata dari pipi-pipi kecil mereka, tetapi sebenarnya kitalah yang selalu mereka bahagiakan. Merekalah yang selalu berhasil membuang kesedihan kita, melapangkan kepenatan kita, menghapus air mata kita.
 
Kita selalu berhutang banyak waktu tentang anak-anak kita. Dalam 24 jam, berapa lama waktu yang kita miliki untuk berbicara, mendengarkan, memeluk, mendekap, dan bermain dengan mereka? Dari waktu hidup kita bersama mereka, seberapa keras kita bekerja untuk menghadirkan kebahagiaan sesungguhnya di hari-hari mereka, melukis senyum sejati di wajah mungil mereka?


Tentang anak-anak, sesungguhnya merekalah yang selalu lebih dewasa dan bijaksana daripada kita. Merekalah yang selalu mengajari dan membimbing kita menjadi manusia yang lebih baik setiap harinya. Seburuk apapun kita sebagai orangtua, mereka selalu siap kapan saja untuk menjadi anak-anak terbaik yang pernah kita punya.  

Kita selalu berhutang kepada anak-anak kita. Anak-anak yang setiap hari menjadi korban dari betapa buruknya cara kita mengelola emosi. Anak-anak yang terbakar residu ketidakbecusan kita saat mencoba menjadi manusia dewasa. Anak-anak yang menanggung konsekuensi dari nasib buruk yang setiap hari kita buat sendiri. Anak-anak yang barangkali masa depannya terkorbankan gara-gara kita tak bisa merancang masa depan kita sendiri. Tetapi mereka tetap tersenyum, mereka tetap memberi kita banyak cinta, mereka selalu mencoba membuat kita bahagia.
 

Maka dekaplah anak-anakmu, tataplah mata mereka dengan kasih sayang dan penyesalan, katakan kepada mereka, "Maafkan untuk hutang-hutang yang belum terbayarkan. Maafkan jika semua hutang ini telah membuat Tuhan tak berkenan. Maafkan karena hanya pemaafan dan kebahagiaan kalianlah yang bisa membuat hidup ayah dan ibu lebih baik dari sebelumnya. Lebih baik dari sebelumnya."

Fahd Pahdepie
Sydney 2015

Source : kisah-renungan.blogspot.co.id

Wednesday, December 17, 2014

SO, DON'T QUIT!

Di dalam kehidupan ini, Tuhan telah menyediakan begitu banyak kesempatan yang dapat kita pergunakan. Ada beberapa orang yang menganggap remeh tindakan yang harus diambil dan juga usaha yang harus dibayar, namun pada akhirnya menyesal karena tidak melakukannya. Hanya sedikit orang yang mempunyai keyakinan dan iman sambil terus bekerja sampai ia mendapatkan kehidupan yang jauh lebih baik. Kehidupan yang selama ini ia impikan.

Winston Churchill, perdana menteri Inggris yang sangat dikenal, pernah tinggal kelas pada saat kelas enam sekolah dasar. Steven Spielberg dikeluarkan dari sekolah menengah atas dan tidak pernah kembali ke bangku sekolah. Bahkan sempat ditawarkan masuk sekolah luar biasa. Albert Einstein mendapatkan angka-angka yang jelek pada waktu bersekolah sampai-sampai gurunya meminta dia untuk berhenti sekolah karena dinilai tidak akan berhasil. Tokoh-tokoh besar tersebut mempunyai catatan yang mungkin lebih buruk daripada kita, namun kegagalan itu membuat mereka bangkit dan berhasil, karena karakter mereka yang pantang berhenti.

Seringkali komitmen terhadap sukses yang ingin diraih diuji oleh tantangan kehidupan. Sikap pantang menyerah adalah salah satu yang jelas membedakan antara sang juara dan sang pecundang. Kegagalan sering kali menghantui, sehingga kita tidak mencapai tujuan yang diinginkan. Tapi percayalah, apa pun hasilnya pasti lebih baik dibandingkan jika kita menyerah. So, don't quit!

SEORANG JUARA ADALAH KETIKA IA MAU BANGKIT DARI SETIAP KEGAGALANNYA.


Source : Renungan Harian kita

Monday, December 15, 2014

JANGAN TERBURU-BURU

Seorang ibu yang baru saja pulang dari kantor tiba-tiba memarahi anaknya . Sambil berteriak-teriak setengah histeris, ibu itu menanyakan pekerjaan di rumah yang belum sempat diselesaikan oleh si anak. Setelah lelah karena seharian beraktivitas, karuan saja si anak kemudian membalas teriakan ibunya dengan nada tinggi pula. Selidik punya selidik, ternyata si anak telah menyelesaikan tugasnya, namun adiknya mengacaukan semuanya. Ibu yang tadinya histeris itu menyadari kesalahannya, namun ia sudah sulit untuk minta maaf, karena anaknya sudah terlanjur sakit hati dimarahi ibunya seperti itu.

Ketika kita terburu-buru melakukan sesuatu, seringkali yang kita hasilkan adalah sebuah persoalan baru. Memilih pekerjaan terburu-buru karena tergiur dengan iming-iming fasilitas, memilih teman hidup terburu-buru karena status dan harga diri, justru seringkali malah menjerumuskan kita ke dalam sebuah lubang persoalan baru. Hasil yang didapat, justru melenceng jauh dari yang diharapkan. Parahnya, kita sangat sulit keluar dari lubang itu, karena terlanjur terperosok semakin dalam.

Jangan pernah terburu-buru membuat keputusan yang penting, jika tidak ingin terperosok ke dalam kesulitan lain. Ketahuilah bahwa Tuhan adalah pemegang kedaulatan atas waktu. Ketika kita sabar menantikan jawaban-Nya atas pergumulan kita, hasilnya pasti di luar perkiraan kita, dan pastinya kita malah bisa menyelesaikan persoalan yang ada, bukannya menambah masalah baru.

TERBURU-BURU MEMBUAT KITA TIDAK DAPAT BERPIKIR DENGAN JERNIH. BERSIKAP TENANG DAPAT MEMBUAT ANDA MEMPERTIMBANGKAN SEGALA SESUATUNYA DENGAN HATI-HATI.


Source : Renungan Harian Kita

Wednesday, December 10, 2014

BERPIKIR

Berpikir adalah berbicara dengan diri sendiri (self-talk). Kita dapat berbicara dengan diri sendiri dengan penuh kebebasan. Ketika berbicara dengan orang lain, orang lain dapat menghentikan pikiran kita. Misalnya, bila kita merasa malu, ditolak, atau ditegur. Tetapi tidak ada orang lain yang mengetahui pikiran kita. Kita dapat berpikir setinggi langit atau sejauh dasar bumi. Hanya kita sendiri yang dapat mengontrol pikiran kita.

Bagaimana kita dapat berpikir dengan efektif?

Think deeply. Kita perlu belajar untuk berpikir secara mendalam. Berpikir secara mendalam berarti memikirkan perkara yang penting dalam hidup seperti perkara rohani. Banyak orang mengesampingkan perkara rohani walaupun perkara rohani lebih penting daripada perkara jasmani. Orang yang bijaksana adalah orang yang berpikir secara mendalam tentang hidupnya.

Think creatively. Kita perlu belajar untuk berpikir kreatif. Jangan hanya menerima atau mengikuti pendapat orang lain. Kembangkan daya pikir yang kritis dan kreatif. Jangan takut untuk mengajukan pertanyaan.

Think differently. Kita perlu terbuka pada perubahan. Cara hidup dan 

kebiasaan yang kurang baik perlu diubah sehingga kehidupan kita bisa 
menjadi lebih efektif.

THINK DEEPLY. THINK CREATIVELY. THINK DIFFERENTLY.

Source : Renungan Harian Kita